Halaman

Sabtu, 19 Januari 2013

Peri Pembuat Sepatu

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pembuat sepatu. Dia adalah orang yang sangat jujur dan pekerja keras. Namun, hasil yang didapatkannya dari membuat sepatu tidaklah seberapa untuk dapat menghidupinya. Akhirnya, semua harta bendanya habis dan yang tersisa hanyalah selembar kulit yang cukup membuat sepasang sepatu saja. Pembuat sepatu memotong dan menyiapkannya untuk membuat sepatu keesokan harinya. Dia harus bangun pagi-pagi untuk mulai bekerja. Pikirannya yang jernih serta hatinya yang bergembira telah menghilangkan semua persoalannya. Malam itu dia tidur dengan tenang, menyerahkan semua masalahnya dengan tuhan.
            Keesokan paginya setelah berdoa, si pembuat sepatu siap untuk bekerja. Namun dia tertegun. Di hadapannya tergeletak di atas meja adalah sepasang sepatu yang sudah jadi. Pembuat sepatu yang baik hati itu tidak tahu dan tidak punya dugaan bagaimana peristiwa aneh itu bisa terjadi. Dia mengamati sepatu itu dan ternyata tak ada benang yang keliru dalam keseluruhan pengerjaannya. Semuanya begitu rapi dan teliti. Sepatu itu merupakan mahakarya yang menakjubkan.
            Hari itu seorang pelanggan datang. Dia sangat tertarik ketika melihat sepatu itu dan bersedia membelinya dengan harga yang lebih tinggi dari biasanya. Pembuat sepatu menggunakan uang itu untuk membeli kulit yang cukup untuk membuat dua pasang sepatu lagi. Malam harinya, dia berhenti bekerja dan tidur lebih awal agar esok harinya dapat bangun pagi dan memulai pekerjaannya tepat waktu. Namun, ternyata si pembuat sepatu tidak perlu repot-repot. Ketika bangun keesokan harinya, pekerjaannya telah usai dan sepatunya sudah jadi. Tak lama kemudian, datang seorang pembeli yang membeli sepatunya dengan harga yang tinggi. Pembuat sepatu mendapatkan uang cukup untuk membeli kulit uuntuk membuat empat pasang sepatu lagi.  Maka dia berhenti bekerja dimalam harinya, dan lagi-lagi keesokan harinya pekerjaanya telah selesai seperti hari sebelumnya. Kejadian seperti itu terus berulang. Apa yang disiapkannya di malam hari, selalu selesai keesokan paginya. Lama kelamaan, usaha pembuat sepatu dan istrinya bercakap-cakap di dekat perapian.
            Pada suatu malam, pembuat sepatu dan istrinya bercakap-cakap didekat perapian. “Aku akan bekerja sepanjang malam. Aku ingin melihat siapa yang datang dan menyelesaikan pekerjaanku”. Istri pembuat sepatu menyetujui ide suaminya. Mereka membiarkan lampu tetap menyala malam itu, bersembunyi di sudut ruangan dibalik tirai, kemudian mengawasi apa yang terjadi.
            Menjelang tengah malam datanglah peri-peri. Mereka duduk di bangku pembuat sepatu, mengambil alih pekerjaan yang ditinggalkannya. Tangan mungil mereka mulai bekerja; Menjahit, mengetuk, dan memukul dengan palu dengan irama teratur. Pembuat sepatu takjub melihatnya. Dia tidak melepaskan pandangannya dari para peri yang tengah bekerja itu. Mereka terus bekerja sampai selesai, hingga sepatu-sepatu yang siap pakai itu diletakkan di atas meja. Sebelum fajar menyingsing pekerjaan itu selesai lalu secepat kilat mereka pergi meninggalkan rumah pembuat sepatu.
            Keesokan harinya, istri pembuat sepatu berkata, “Peri-peri kecil itu telah membuat kita kaya. Kita harus berterima kasih pada mereka. Aku penasaran melihat mereka saat bekerja. Mereka tidak mengenakan pakaian yang melindungi mereka dari hawa yang dingin. Begini  saja, aku akan membuatkan baju, mantel dan rompi, juga celana panjang untuk mereka. Dan kau akan membuatkan sepatu untuk makhluk-makhluk mungil itu”. Pembuat sepatu sangat senang mendengar usul istrinya. Maka, pada suatu malam ketika semuanya sudah siap, mereka meletakkan benda-benda itu di atas meja kerja si pembuat sepatu. Mereka bersembunyi untuk mengamati apa yang akan dilakukan oleh peri-peri kecil itu. Tengah malam, peri-peri itu masuk dan duduk untuk bekerja untuk bekerja sperti biasanya. Ketika melihat pakaian untuk mereka di atas meja, mereka merasa gembira. Peri-peri itu mengenakan baju dan perlengkapannya dengan mata berbinar-binar. Mereka menari, melompat-lompat, dan berjingkrak-jingkrak di dalam rumah. Sambil menari-nari, mereka keluar dari pintu menuju halaman rumput yang hijau. Sejak saat itu, pembuat sepatu tidak pernah melihat mereka lagi. Dia dan istrinya hidup bercukupan selama-lamanya. EndJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar